09 September, 2008



Untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia, Kutub Utara dapat dikelilingi.
Citra satelit baru, yang diambil dua hari yang lalu, menunjukkan bahwa mencairnya es minggu lalu membuka lintasan Utara-barat dan Utara-timur, peristiwa yang diprediksikan baru akan terjadi pada tahun 2070. Ini merupakan tonggak sejarah geografis terpenting yang menunjukkan kecepatan laju pemanasan global yang mengejutkan seperti yang diungkapkan oleh Profesor Mark Serreze, ahli es laut di Pusat Data Es dan Salju Nasional (NSIDC), ketika memaparkan citra satelit “peristiwa bersejarah” ini. Minggu lalu, NSDIC sendiri telah memperingatkan bahwa, dalam beberapa minggu ke depan, luas es di Arktik bisa menyusut di bawah titik terendah tahun lalu. Empat minggu lalu, para turis harus dievakuasi dari Taman Nasional Auyuittuq di Pulau Baffin karena banjir melanda taman nasional itu, akibat mencairnya gletser. Auyuittuq sendiri artinya “daratan yang tak pernah mencair”. Dua minggu lalu, satu pemandangan yang menyedihkan, sembilan beruang kutub terlihat di lepas pantai Alaska berjuang untuk berenang menempuh 400 mil ke utara untuk mencapai tepi gunung es yang semakin mundur. Tetapi itu semua belum seberapa dibanding terbukanya lintasan Utara-barat di Kanada dan lintasan Utara-timur di Rusia – pertama kali dalam setidaknya 125.000 tahun. Sebelumnya, kedua jalan lintas itu terhalang es sejak awal Zaman Es terakhir. (t.a)

Sumber: independent.co.uk

(5/9/2008) – Lapisan es yang mencair di Kutub Utara akan menjadi satu sumber emisi gas rumah kaca utama, ungkap Edward A.G. Schuur dan kolega dari University of Florida dalam jurnal BioScience edisi September 2008. Dengan memeriksa materi organik yang tersimpan, mereka memperkirakan lapisan es di Kutub Utara menyimpan lebih dari 1 bilyun metrik ton senyawa organik. Karena suhu bertambah panas, lapisan es mencair. Materi organik yang tersimpan di dalamnya mulai membusuk. Proses itu melepaskan methana dan karbon dioksida ke dalam atmosfer. Dengan demikian, semakin memperburuk pemanasan global. PBB sendiri telah menyebutkan bahwa mencairnya lapisan es merupakan “kartu liar” yang secara dramatis bisa memperparah pemanasan global dengan melepaskan gas rumah kaca secara besar-besaran. Dalam laporan UNEP Year Book 2008, disebutkan bahwa, “…Kita mungkin akan mencapai ambang batas yang sulit untuk diprediksikan secara tepat, tetapi melewati ambang batas itu bisa membawa akibat serius secara global. Methana yang terlepas secara besar-besaran ke dalam atmosfer, yang berasal dari lapisan es yang mencair dan endapan methana hidrat di laut, akan membawa perubahan tak terduga dalam pola iklim yang mungkin tidak dapat diubah. Kita tidak boleh melewati ambang batas ini. Memutar-balik pemanasan yang disebabkan oleh aktivitas manusia akan membantu kita menghindari akibat semacam ini secara menyeluruh.” (t.a)

Sumber: foxnews.com

Gainesville, Fla. (5/9/2008) – Lapisan es yang menyelimuti belahan bumi utara mengandung dua kali lipat jumlah karbon yang ada di atmosfer. Ini membuatnya menjadi penyumbang raksasa perubahan iklim global bergantung pada seberapa cepat ia mencair, demikian kesimpulan dua puluh lebih ilmuwan lingkungan yang dikepalai oleh Profesor Ted Schuur dari University of Florida dalam makalah yang muncul minggu ini di jurnal Bioscience. Penelitian terbaru memperkirakan 1.672 milyar metrik ton karbon terkurung di bawah lapisan es dan jumlah ini dua kali lipat dari 780 milyar ton karbon yang ada di atmosfer saat ini. Dengan memanasnya suhu di Kutub Utara dan mencairnya lapisan es, semak-semak dan pohon-pohon mulai tumbuh di daerah yang dulunya adalah tundra. Karena tanaman menyerap karbon dioksida dan melepaskan oksigen, tampaknya ia bisa mengurangi jumlah karbon yang terlepas dari lapisan es yang mencair. Tetapi Profesor Schuur menyebutkan jumlah karbon yang tersimpan di bawah lapisan es jauh lebih besar daripada yang ada di semak-semak ataupun pohon-pohon. Sebagai contoh, hutan boreal dewasa mengandung 5 kg karbon per m2, tetapi dengan luas yang sama, lapisan es dapat mengandung 44 kg, dan 80% darinya bisa hilang dalam pemanasan jangka panjang. “Intinya, Anda tidak bisa menanam cukup hutan untuk mengimbangi karbon yang terlepas dari lapisan es ini,” tegasnya. (t.a)

Sumber: ekathimerini.com